Krisis Windows 11: Kenapa OS Legendaris Ini Malah Berasa Jadi “Sampah” Visual?

BeritaTeknologi
Views: 2

Siapa sih yang nggak tumbuh gede bareng Windows? Dari zaman belajar ngetik sampai main game, Windows selalu ada. Tapi di tahun 2025 ini, rasanya ada yang beda. Bukannya makin enak dipakai, kita malah lagi ngadepin Krisis Windows 11 yang bikin banyak user setianya pengen pindah ke lain hati, entah itu ke Mac atau Linux.

Banyak yang ngerasa PC yang kita beli pakai duit sendiri, sekarang kontrolnya malah dipegang penuh sama Microsoft. Keluhan soal Windows 11 ini bukan tanpa alasan, mulai dari iklan yang muncul di mana-mana sampai fitur AI yang dipaksa masuk ke sistem kita tanpa permisi. Kok bisa jadi begini ya?

Fenomena ini sebenernya bagian dari strategi besar Microsoft di bawah kepemimpinan Satya Nadella. Meskipun perusahaannya makin kaya raya dengan valuasi triliunan dollar, pengalaman kita sebagai user justru makin merosot. Yuk, kita bedah kenapa sistem operasi favorit sejuta umat ini lagi ada di titik nadir.

Ambisi AI yang Memicu Krisis di Mata User

Beberapa waktu lalu, Microsoft lewat Pavan Davaluri ngumumin kalau Windows sekarang berevolusi jadi “agentic operating system”. Istilah kerennya sih, PC kamu bakal punya AI (Copilot) yang bisa mikir dan ngambil keputusan sendiri. Kedengerannya canggih, tapi respon netizen di media sosial justru berbanding terbalik dan penuh amarah.

Banyak user ngerasa nggak butuh AI yang “nongkrong” di setiap sudut layar. Menurut referensi dari Tool Fusion TV, banyak yang komen kalau Microsoft cuma hidup di Twitter bubble. Kenyataannya, kebanyakan user cuma butuh OS yang stabil buat kerja, bukan AI yang malah bikin sistem jadi berat dan makin ribet.

Investasi miliaran dollar ke OpenAI bikin Microsoft agresif banget nyuntikkin fitur AI ke Word, Excel, sampai Paint. Padahal, fitur ini sering hallucinate alias ngaco. Bayangin, Microsoft sendiri aja nggak nyaranin pakai Copilot buat hal-hal yang butuh akurasi tinggi di Excel. Aneh banget kan?

Iklan dan Paksaan Online yang Bikin User Gerah

Sekarang, mau masuk ke desktop aja kita dipaksa punya akun Microsoft dan koneksi internet. Trik workaround buat pakai local account pelan-pelan dimatiin, bikin kita ngerasa kayak “produk” yang lagi diperes datanya buat kepentingan shareholder.

Belum lagi soal iklan yang bertebaran di User Interface. Dari rekomendasi aplikasi nggak jelas sampai notifikasi OneDrive yang maksa buat langganan. Dulu di zaman Windows 7, kita dapet tools yang fokus buat kerja. Sekarang, OS ini malah berasa kayak platform buat jualan jasa cloud mereka yang emang lagi cuan gede.

Bahkan hal sepele kayak matiin komputer aja bisa jadi drama. Update yang dipaksa (forced updates) seringkali kejadian di waktu yang salah, pas lagi meeting penting atau deadline mepet. Hal-hal kecil kayak gini yang numpuk dan akhirnya meledak jadi ketidakpuasan massal terhadap performa Windows 11 secara keseluruhan.

Masalah Privasi dan Fitur “Recall” yang Kontroversial

Puncak dari krisis ini mungkin ada pada fitur Recall. Konsepnya sih simpel: AI bakal nge-capture layar kamu setiap beberapa detik supaya kamu bisa cari apa yang pernah kamu lakuin lewat bahasa natural. Tapi bagi pakar keamanan, ini adalah mimpi buruk privasi yang nyata.

Meskipun Microsoft bilang datanya disimpan lokal, peneliti keamanan nemuin kalau data ini gampang banget diakses sama malware. Bayangin kalau data perbankan atau password kamu kesimpen dalam bentuk screenshot yang bisa dibaca siapa aja. Untungnya, karena backlash yang keras, fitur ini sempet ditarik sebelum dirilis ulang dengan pengamanan lebih ketat.

Data telemetry yang dikumpulin Windows juga makin gila. Dari aplikasi apa yang kamu buka sampai gimana perilaku sistem kamu, semuanya dikirim ke HQ Microsoft. Bagi banyak orang, Windows bukan lagi sebuah alat atau tool, tapi udah jadi agen mata-mata yang dibungkus dengan alasan “meningkatkan stabilitas”.

Efek Nyata: Migrasi Massal ke Mac dan Linux

Gara-gara ini, market share Windows pelan-pelan mulai kegerus. Orang yang pengen stabilitas dan nggak mau dipusingin sama iklan mulai pindah ke Mac OS. Sementara mereka yang pengen kontrol penuh atas privasi dan sistemnya mulai serius ngelirik Linux, apalagi sekarang main game di Linux udah makin gampang.

Syarat hardware kayak TPM 2.0 juga bikin jutaan PC yang sebenernya masih kuat jadi “sampah elektronik” karena nggak didukung Windows 11. Ini bikin gap besar antara kebutuhan user dan keinginan perusahaan. Microsoft mungkin makin kaya di bursa saham, tapi mereka pelan-pelan kehilangan kepercayaan dari komunitas user yang udah bareng mereka puluhan tahun.

Meskipun Windows masih mendominasi sekitar 70% pasar desktop, rasa cinta user udah nggak kayak dulu lagi. Banyak yang bertahan cuma karena “terpaksa” sistem kantor atau aplikasi tertentu. Kalau Microsoft nggak segera berubah dan dengerin keluhan user, bukan nggak mungkin dominasi mereka bakal bener-bener goyah di masa depan.

Kesimpulan: Apakah Ini Akhir dari Kejayaan Windows?

Windows 11 emang bawa banyak inovasi AI, tapi harga yang harus dibayar adalah kenyamanan dan privasi user. Fenomena ini nunjukkin kalau fokus perusahaan emang lagi bergeser ke layanan cloud dan profit jangka panjang bagi pemegang saham, seringkali dengan mengorbankan pengalaman pengguna harian yang cuma pengen PC-nya berfungsi normal tanpa gangguan.

Gimana menurut kamu? Apakah kamu ngerasa fitur AI dan iklan di Windows 11 itu membantu, atau malah bikin kamu pengen buru-buru pindah ke Mac atau Linux? Tulis pendapat kamu di bawah ya!

Mungkin Kamu juga suka

Perencanaan Keuangan Bulanan yang Realistis: Cocok untuk yang Sering Gagal Konsisten

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Fill out this field
Fill out this field
Mohon masukan alamat email yang sah.
You need to agree with the terms to proceed